Wednesday, April 12, 2006

Intimidasi? Relatif.
Pernah merasa terintimidasi oleh seseorang?
Saya pernah.
Dan saya terintimidasi dengan cara yang aneh, oleh seseorang yang bahkan saya tidak pernah berbicara dengannya melebihi 5 kata.
Yaitu: hai, apakabar? baik, bye! Atau basa-basi seputarnya.
Orang ini juga cuma mengenal saya sebatas nama, dan saya adalah junior di kampusnya.
Saya tidak tahu apakah dia tahu bahwa saya tahu banyak tentang dia.
Saya tahu kami terlibat di sebuah ruang seni yang sama, terlibat di sebuah komunitas yang sama, bahkan terlibat dengan pria yang sama!
Yang berbeda dari kami adalah waktu.
Orang itu lebih cepat waktunya daripada saya.
Dia lebih dulu bergabung dengan ruang seni itu, komunitas itu dan pria itu!
Apa yang membuat saya terintimidasi adalah karena dia memiliki ketertarikan pada hal-hal yang sama dengan saya.
Hingga saya merasa terintimidasi jika saya tidak lebih baik dari dia.
Sering saya membanding-bandingkan dirinya dengan saya.
Atau merasa tertusuk jika pria itu! (yang pernah terlibat dengannya dan saya) bicara tentang dia, walaupun dalam konteks : dia itu sekarang teman saja.
Atau jika sahabat saya (yang lagi-lagi ternyata temannya juga) cerita tentang pacar-pacar orang itu yang adalah “orang-orang besar” di dunia pekerjaan kami.
Aneh. Surreal. (kalau kata sahabat saya)
Rasional yang (nampaknya) tidak rasional (hah?kalimat apapula ini? Paradoks Epimenides kah?) yang saya miliki hingga saat ini adalah: selama saya masih mencintai pria itu! Saya akan selalu terintimidasi oleh orang itu. Walaupun saya tidak pernah terintimidasi dengan “perempuan-perempuan” lain dari pria itu!

Kemarin, orang itu menerbitkan sebuah buku. Kaget luar biasa menerpa saya. Saya langsung terpuruk dan terdorong ke sel kecil bersama intimidasi yang saya ciptakan sendiri tentang orang itu.
Dan saat saya melihat buku orang itu, dengan impulsif langsung saya beli (padahal harganya tidak bisa dibilang murah)
Norak dan konyol! Itu kata sahabat saya.
Buku itu, isinya biasa saja bahkan cenderung dangkal. Berlawanan dengan imajinasi saya saat membayangkan orang itu menulis dan menerbitkan buku.
Tetapi harga yang saya bayar untuk buku itu, sebenarnya cukup murah. Karena selesai membaca buku itu, saya sadar, bahwa waktu itu relatif.
Waktu kami berdua telah bertemu dan sekarang waktu saya berjalan bersisian dengan waktunya.
Tidak ada lagi benturan-benturan yang perlu dirasakan sebagai jengkel.
Saya sudah mematikan intimidasi yang saya ciptakan.
Konsekuensi lanjutan: saya rasa, waktu saya dan pria itu pun sudah lewat.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home